Jumat, 29 Mei 2009

IIQ Gelar Workshop Metodologi Tahfizhul Qur’an di Perguruan Tinggi


JAKARTA - Auditorium Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta melalui divisi Tahfizhul Qur’an menggelar Workshop Metodologi Tahfizhul Qur’an di Perguruan Tinggi. Hadir sebagai Narasumber dalam acara ini, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, Dr. KH. Ahmad Musta’in Syafi’i, dan Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag.

Acara dengan tajuk “Memformulasikan Berbagai Metodologi Tahfizhul Qur’an Menuju Metode yang Efektif-Modern” ini merupakan puncak kegiatan dari pelatihan tahsîn at-tartîl (memperbaiki bacaan) yang dilaksanakan sejak 13 sampai 17 Februari lalu.

Dalam sambutannya, Ketua divisi Tahfiz, Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA., menegaskan tentang pentingnya mereformulasikan metodologi tahfiz Al-Qur’an di Perguruan Tinggi. “Metode-metode yang ada sebisa mungkin akan kita rumuskan menjadi sebuah metode baru yang efektif dan modern sehingga mahasiswa dapat dengan mudah menghafal Al-Qur’an ditengah-tengah kesibukannya kuliah,” jelasnya.

Sementara itu, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad mengemukkan tentang metodologi tahfizhul Qur’an di pesantren. Setidaknya ada lima prasyarat dalam proses menghafal di dunia pesantren: tersedianya mushaf standar, guru yang mukhlis (tulus), konsistensi santri dalam menghafal, dan lingkungan yang memadai. Terkait dengan metode, Ahsin mengatakan bahwa dalam menghafal Al-Qur’an ada tiga tahapan yang harus dilewati: melek (melihat tulisan Al-Qur’an yang ada di mushaf), merem melek (setengah melihat tulisan), merem (tidak melihat tulisan).

“Bila santri sudah mampu menghafal Al-Qur’an dan dia tidak terganggu dengan pemandangan yang ada di depan matanya, berarti hafalannya sudah ngapal (dianggap cukup kuat-red),” tuturnya.

Di sisi lain, Afidah Wahyuni mengemukakan tentang sejarah tahfizh di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dari waktu ke waktu. Menurut catatan dekan Fakultas Syari’ah ini, metode yang dipakai IIQ dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan. Kendati demikian, dapat dikatakan bahwa metode-metode tersebut belum dapat dikatakan efektif. “Karena itu dibutuhkan temuan-temuan metode baru yang lebih efektif dan aplikatif,” jelasnya.

Pada penghujung acara, KH. Musta’in Syafi’i menyampaikan materi metodologi tahfizul Qur’an di kalangan pelajar. Secara garis besar, ada tujuh hal penting yang mempengaruhi proses menghafal Al-Qur’an di sekolah yaitu: lingkungan, keluarga, lembaga (sekolah-red), do’a, target, metode, dan sarana.

Lingkungan harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga menjadi bi’ah mudarasah (lingkungan belajar) yang nikmat dan santai. Keluarga berperan penting dalam memberikan dorongan do’a dan support kepada siswa. Lembaga harus memiliki komitmen yang kuat. Target hafalan disesuaikan dengan kurikulum. Semenatara sarana dapat berupa piranti manual maupun elektronik.

Secara khusus, metode yang dipakai adalah metode Qira’ah wa al-Ittiba’ (guru membaca-siswa menirukan), kitâbah (menulis ayat), ‘Ardl wa at-Tasmî’ (memperdengarkan hafalan dan setoran), tashwîr (membayangkan tulisan ayat dalam mushaf), dan klasikal (mengelompokkan siswa dan jumlah hafalan).

“Dengan metode ini, alhamdulillah siswa-siswa kami dapat menghafal al-Qur’an dengan mudah, menyenangkan, dan mengasyikkan,” terang pengasuh pesantren Madrasatul Qur’an Jombang Jawa Timur ini. [MU]

Sumber : http://iiq.ac.id/

13 Tehnik Menghafal Al-Qur’an

belajar bersama … bersama belajar yuk

1. Niat Ikhlas
2. Memilih waktu dan tempat yang kondusif
3. Gunakanlah satu mushaf
4. Pelajarilah Tahsin sebelum menghafal
5. Menghafal secara teratur
6. Menghafal Al-Qur’an dengan teratur
7. Memeperhatikan Tulisan Ayat saat Menghafal
8. Merasa Keagungan Al-Qur’an
9. Teliti ayat mutasyabihat
10.Mencari Ustadz
11. Tumbuhkan motivasi dan Disiplin
12.Mengamalkan Al-Qur’an
13.Berdo’a kepada Allah SWT

Metode Mengahafal Al-Qur’an Hampir tidak dapat ditentukan metode yang khusus untuk menghafal Al-Qur’an karena hal ini kembali kepada selera penghafal itu sendiri. Namun ada beberapa metode lazim yang dipakai oleh para penghafal Al-Qur’an, yaitu:

1. Metode Fahmul Mahfudz, artinya sebelum ayat-ayat dihafal, penghafal dianjurkan untuk memahami makna setiap ayat, sehingga ketika menghafal, penghafal merasa paham dan sadar terhadap ayat-ayat yang diucapkannya.

2. Metode Tikrorul Mahfudz, artinya penghafal mengulang-ulang ayat-ayat yang sedang dihafal dengan sebanyak-banyakknya sehingga dapat dilakukan mengulang satu ayat sekaligus atau sedikit demi sedikit sampai dapat membacanya tanpa melihat mushaf. Cara ini biasanya sangat cocok bagi yang mempunyai daya ingat lemah karena tidak memerlukan pemikiran yang berat. Penghafal biasanya lebih banyak terkuras suaranya.

3. Metode Kitabul Mahfudz, Artinya penghafal menulis ayat-ayat yang dihafal di atas sebuah kertas. Bagi yang cocok dengan metode ini biasanya ayat-ayat itu tergambar dalam ingatannya.

4. Metode Isati’amul Mahfudz, artinya penghafal diperdengarkan ayat-ayat yang akan dihafal secara berulang-ulang sampai dapat mengucapkan sendiri tanpa melihat mushaf. Nantinya hanya untuk mengisyaratkan kalau terjadi kelupaan. Metode ini biasanya sangat cocok untuk tuna netra atau anak-anak. Sarana memperdengarkan dapat dengan kaset atau orang lain.

Suatu ketika Ali merasakan keterlambatannya (susah) menghafal Al-Qur’an. Kemudian beliau diajarkan suatu do’a oleh Rasulullah SAW. Sampai beliaumenemukan kekuatan hafalannya. Do’a itu adalah sebagai berikut: Ya Allah, kasihanilah kami untuk meninggalkan maksiat-Mu selama hayat dikandung badan. Kasihanilah aku dari mengerjakan sesuatu yang tiada gunanya, karuniakanlah aku pandangan yang bagus terhadap sesuatu yang Eengkau ridhai. Ya Allah, Dzat Yang Maha Tinggi Maha Mulia dan Maha Perkasa. Aku memohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Kasih Sayang, dengan kebesaran-Mu dan Cahaya-Mu kiranya memantapkan hatiku untuk menghafal kitab-Mu (Al-Qur’an) sebagaimana Engkau telah mengajarkan. Berilah anugerah kepadaku untuk selalu membacanya sesuai dengan yang Engkau ridhai. Aku memohon kepada-Mu, melancarkan lidahku dalam membacanya, membukakan hatiku dalam memahaminya dan dengannya lapangkanlah dadaku. Segarkan badanku dalam mengamalkannya karena tiada yang bisa membantuku dalam mengerjakan kebaikan selain-Mu dan tidak ada yang bisa membantuku dalam mengerjakan kebaikan selain-Mu dan tidak ada yang memberkahi taufik melainkan Engkau. (HR. Ibnu Sunan)


Sumber : http://rgesit.blogdetik.com

Senin, 25 Mei 2009

Tilawah Alquran

Tilawah Alquran artinya bacaan atau pembacaan Alquran. Dalam ilmu qiraah, pembacaan Alquran itu ada bermacam-macam lahjah (bunyi suara atau bacaan). Hal ini karena sahabat Nabi SAW yang menerima bacaan Alquran terdiri dari beberapa golongan dan setiap golongan memiliki lahjah masing-masing, dan juga konsekuensi dari kebiasaan membaca Alquran yang lebih dari satu macam bacaan.

Namun, Ibnu Mujahid, seorang ulama qiraah dari Baghdad, meneliti bacaan yang ada menyimpulkan bahwa ada tujuh macam bacaan yang dapat diterima. Ketujuh macam bacaan ini dipelopori oleh tujuh imam, yaitu Abdullah bin Amir asy-syami, Ibnu Kasir al-Makki, Asim al-Kufi, Abu Amr al-Basari, Nafi'al-Madani, Hamzah az-Zaiyat, dan Abul Hasan Ali al-Kufi.

Setiap orang Muslim yakin bahwa membaca Alquran termasuk amal yang mulia dan akan mendapat pahala berlipat ganda. Alquran adalah sebaik-baiknya bacaan bagi orang Muslim. Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW, ''Sebaik-baik di antara kamu, orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.'' (HR at-Tarmizi dari Ustman bin Affan)

Membaca Alquran itu bukan saja menjadi amal ibadah. Akan tetapi dapat juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.

Menurut ajaran Islam, membaca dan mendengarkan Alquran merupakan ibadah dan amal yang mendatangkan pahala dan rahmat. Anjuran untuk mendengarkan bacaan Alquran disebutkan dalam surah al-A'raf aayat 204, yang artinya, ''Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat.''

Sebagian ulama mengatakan bahwa mendengarkan orang membaca Alquran, pahalanya sama saja dengan orang yang membacanya. Rasulullah SAW bersabda, ''Terangilah rumah-rumah kalian dengan shalat dan membaca Alquran.'' (HR al-Baihaki dari Anas RA)

Alquran sebagai kitab suci dan wahyu Ilahi, mempunyai tata cara bagi orang yang membacanya. Tata cara itu sudah diatur dengan baik untuk penghormatan dan keagungan Alquran. Setiap orang harus berpedoman pada tata cara tersebut.

Imam al Ghazali, pemikir, teolog, filosof, dan sufi termasyhur, di dalam kitabnya Ihya 'Ulum ad-Din (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), menjelaskan bagaimana adab membaca Alquran. Imam al Ghazali membaginya menjadi adab yang bersifat batin dan bersifat lahir.

Adab yang bersifat batin diperinci menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah SWT, menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas dan memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan begitu, kandungan Alquran yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya.

Sedangkan tentang adab lahir membaca Alquran, antara lain berwudhu lebih dulu sebelum membaca Alquran, membaca Alquran di tempat yang bersih, menghadap ke kiblat, membaca Alquran dengan mulut dalam keadaan bersih tidak berisi makanan, membaca ta'awud lebih dulu, membaca Alquran dengan tartil (pelan dan tenang), membaca Alquran dengan benar-benar meresapi maksudnya, dan membaca Alquran dengan suara yang bagus dan merdu.

yus/disarikan dari buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.
Sumber : Republika

Senin, 18 Mei 2009

Alquran Terbesar di Dunia Diluncurkan


PALEMBANG --- Alquran Al Akbar atau mushaf Alquran terbesar di dunia akhirnya selesai penggarapannya. Alquran berukuran panjang atau tinggi 177 cm dan lebar 144 cm dengan tebal 2,5 cm lengkap 30 juz yang terbuat dari kayu tembesu akhirnya selesai setelah dikerjakan Sofwatillah Mohzaib dan kawan-kawan selama lebih kurang tujuh tahun.

Sejak Jum’at (15/5) Alquran ukiran tersebut diperlihatkan kepada masyarakat bertempat di lantai III masjid Agung SMB Palembang. “Sejak hari ini masyarakat luas bisa melihat dan melakukan koreksi terhadap isi Alquran ukiran yang kami kerjakan. Sebelumnya Alquran ini sudah dikoreksi oleh tim yang terdiri dari para ulama dan penghafal Alquran di Palembang,” kata Sofwatillah.

Menurut Sofwatillah, Alquran ukiran pertama terbesar di dunia yang terbuat dari kepingan kayu tersebut memiliki jumlah sebanyak 315 lembar kayu atau 630 halaman. “Ide pembuatan Alquran Al Akbar sudah dimulai sejak bulan Ramadhan 1422 H lalu, kemudian keping pertama dipamerkan pada 1 Muharam 1423 H atau bertepatan 15 Maret 2002. Alhamdulillah setelah hampir tujuh tahun penggarapan bisa selesai dan siap diluncurkan ke masyarakat.”

Untuk pembuatan Alquran Al Akbar tersebut Sofwatillah menjelaskan, membutuhkan dana lebih dari Rp 1 miliar. “Dana pembuatannya diperoleh dari para donatur. Semua sumbangan tersebut termasuk pengeluarannya dilakukan oleh sebuah panitia pembuatan Alquran Akbar,” tambahnya.

Dari daftar donatur yang dikeluarkan panitia pembuatan Alquran Al Akbar tercantum ada 32 orang donatur dengan jumlah dana yang terhimpun mencapai Rp 931.000.000. Diantara daftar nama donatur tertulis nama Taufiq Kiemas, Sayid Agil Al Munawar (mantan Menter Agama), Susilo Bambang Yudhyono (Presiden RI), Alex Noerdin (Bupati Musi Banyuasin sekarang Gubernur Sumatera Selatan),Rosihan Arsyad (mantan Gubernur Sumatera Selatan sekarang Sekjen KONI Pusat), Syahrial Oesman (mantan Gubernur Sumatera Selatan) dan dari BUMN (PTBA Tbk, PT Pupuk Sriwidjaja dan PT Pupuk Kaltim).

Kehadiran Alquran Al Akbar ini mendapatkan sambutan dari berbagai lapisan masyarakat di Palembang. Diantaranya Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Sumsel, Najib Haitani yang mengatakan, Alquran Al Akbar ini adalah kebanggaan Sumatera Selatan karena di dunia ini adalah cetakan pertama. Keberadaannya aka menarik minat orang dari negeri Arab dan Timur Tengah.

“Kehadiran Alquran Al Akbar ini kita harap juga memotivasi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman isi Alquran dan menjadikannya hiasan hidup sehari-hari. Kami ucapkan terima kasih sekaligus penghargaan pada tim, para donatur, dan ulama,” ujarnya./oed/taq

Sumber : Republika

Jumat, 15 Mei 2009

Dengan Al Qur'an Bahagia Dunia dan Akhirat


Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk menuliskan intisari khotbah Jum'at Tanggal 15 Mei 2009 bertepatan dengan 20 Jumadil Ula 1430 H bertepatan dengan Jum'at Pon 19 Jumadil Awal 1942 Tahun Saka. Khutbah disampaikan oleh Al Ustadz Al Haj Al Hafidz Ahmad Muzakky dengan mengambil tema Bahagia Dunia dan Akhirat dengan Al Qur'an Nur Karim. Beliau adalah salah satu Imam Masjid Agung Surabaya (MAS) Jawa Timur, Indonesia. Beliaulah salah satu guru/ustadz tempat saya menyetorkan hafalan. Semoga Allah senantiasa merahmati beliau dan keluarga beliau. Amin.

Khutbah diawali dengan mengingatkan para jama'ah untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mentaati segala perintahNya dan meninggalkan dengan sepenuh hati segala laranganNya.

Al Ustadz Muzakky mengawali dengan pertanyaan kritis kepada para jama'ah sholat jum'at, "Apa yang paling diinginkan oleh setiap Orang...?, yang diinginkan oleh setiap orang adalah berbahagia, yaitu bahagia dunia dan bahagia di akhirat, hanya saja yang mereka inginkan itu hanya "Bahagianya saja", tapi tanpa ingin mengetahui cara untuk mencapai kebahagian itu."

Pak Ustadz Al Hafidz menambahkan dengan mengutip sebuah hadist "Bahwasannya jika ingin mencapai kebahagian baik di dunia maupun di akhirat harus dengan ilmu". Semua ilmu bersumber pada Al Qur'an, Al Qur'an adalah sumber dari segala sumber hukum Islam, sebagai pedoman bagi orang-orang beriman, maka sudah selayaknya Al Qur'an menjadi rujukan bagi para muslim dalam mencapai kebahagian.

Jika Al Qur'an menjadi sumber kebahagian, kenapa banyak orang yang membaca Al Qur'an, mempelajari Al Qur'an dari kecil tapi tidak merasakan bahagia?, atau ada muslim yang mengaku beriman tapi tidak merasakan bahagia, bahkan stress menghadapi hidup ini. Tak lain tak bukan karena Al Qur'an tidak diberlakukan sebagaimana mestinya.

Ma'asyirol muslimin rohim makumulloh...
Al Qur'an merupakan pedoman hidup, karena didalamnya mengatur semua segi kehidupan manusia, baik beraqidah/keimanan/ketauhidan kepada Allah, bermuamalah/bermasyarakat, cara mendidik anak, mengatur kehidupan antara rakyat dan pemimpinnya, mengatur kehidupan berkeluarga, dsb. Semuanya ada, tinggal kita untuk terus mengali Al Qur'an dan terus mempelajarinya.

Jikalau ada orang yang memperlakukan Al Qur'an dengan cara menuliskan pada kertas, kemudian di tempel di sudut-sudut rumah untuk jimat, silahkan, jikalau ada orang menuliskan ayat Al Qur'an kemudian di bakar abunya dicampur air terus diminum, silahkan, jika ada orang yang membaca Al Qur'an untuk mengusir syetan, silahkan. Tapi perlu diingat, hal seperti ini berarti kita telah mengkerdilkan Al Qur'an, padahal kita mengetahui bahwasannya Al Qur'an merupakan firman Allah, Al Qur'an merupakan Ayat-Ayat Cinta dari Allah untuk kita para hamba-hambaNya.

Saudara muslim yang dirahmati oleh Allah, Al Qur'an adalah surat cinta dari Allah SWT kepada kita kaum muslim yang beriman kepada Allah SWT. sudah selayaknya kita memberlakukan surat cinta ini dengan sikap yang penuh rasa cinta pula. Karenanya dalam memperlakukan Al Qur'an kita bisa menggunakan konsep 5 M, yaitu Membaca, Memahami, Merenungkan, Mengamalkan dan Merasakan Nikmatnya Al Qur'an.

Untuk mengilustrasikan lebih mudah Al Qur'an saya ibaratkan dengan surat cinta dari orang yang sangat kita cintai. Kita sebut Al Qur'an dengan Surat Cinta.

M yang pertama adalah Membaca, dalam membaca Surat Cinta kita pasti memegang surat tersebut dengan hati-hati dan pelan-pelan, penuh kerinduan dan rasa sayang, kemudian akan kita baca pelan-pelan, mata kita fokus, pikiran kita penuh perhatian dan relax, hati kita menahan haru dan rindu. Seperti itulah layaknya kita membaca Al Qur'an, baca secara perlahan tartil, penuh perhatian, hati penuh dengan kerinduan dan perasaaan, lisan yang fasih tajwid dan fasohanya (pelafalan dalam lisan/spelling), lagu yang merdu. InsyaAllah kebahagian kita dengan Al Qur'an tanpa terasa meresap secara berlahan kedalam jiwa sanubari kita.

M yang kedua adalah Memahami, setelah kita membaca, kita berusaha untuk memahami atau mengerti maknanya, atau tujuan dari surat cinta tersebut. Ibaratnya surat cinta itu berisi kerinduan yang mendalam agar kita secepatnya membalas surat itu dengan perasaan penuh cinta juga. Atau semisal orang yang kita cintai itu membutuhkan sesuatu yang bisa kita berikan, maka kita pasti dengan cepat memahaminya karena kita memang mencintainya. Lakukan hal yang sama dengan Al Qur'an, Pahami maksud dari ayat-ayat yang kita baca itu.

M yang ketiga adalah Merenungkan, setelah membaca dan memahami maksud dan tujuannya, kita berusaha untuk merenungkannya atau bertafakur, karena dengan merenung kita menjadi lebih bisa memahami secara mendalam dan bisa menggunakan akal dan hati kita untuk mengolah maksud dari ayat tersebut, sehingga kita bisa menemukan jalan atau langkah dalam mengamalkannya nantinya atau kita bisa mendapatkan pencerahan jalan keluar terhadap masalah yang kita hadapi.

M yang keempat adalah Mengamalkannya, setelah kita bisa menemukan pola amal atau tindakan yang harus kita lakukan dalam mengamalkan atau merealisasikan tujuan surat Cinta tersebut, kita akan mengamalkannya dengan sepenuh hati, jiwa dan raga, penuh ketulusan dan keikhlasan serta kesabaran semata-mata karena rasa cinta kita kepada Allah SWT. Sehingga tanpa terasa lelah maupun putus asa, kita akan selalu memegang erat pedoman hidup yang Allah berikan dalam kita merengkuh kebahagian dalam hidup di dunia dan akhirat kelak.

Dan insyaAllah M yang terakhir akan kita petik seperti janji Allah, yaitu Merasakan Nikmatnya bersama dengan Al Qur'an. Dengan merasakan Nikmat bermesraan dengan Al Qur'an insyaAllah kita akan merasakan kebahagian di dunia, dan lebih-lebih di akhirat nanti. Yakinlah saudaraku, dengan janji Allah, Yakinlah saudaraku dengan Al Qur'an karena Al Qur'an adalah haq, Nabi Muhammad adalah haq, dan Allah adalah Haq.

Mari saudara-saudaraku kaum muslimin, kita berdo'a kepada Allah semoga kita bisa Membaca dengan tartil dan suara yang merdu menyentuh kalbu, Memahami dan Merenungkan maksud dari ayat-ayat Al Qur'an dan Mengamalkannya, dan semoga kita termasuk golongan yang mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat karena telah merasakan nikmatnya bercengkrama mesra dengan Al Qur'an sehingga kita membalas surat cinta Allah melalui Ayat-Ayat Cinta Al Qur'an. Amin...Amin... Yaa Rabbal Alamin...

Demikian yang bisa saya sampaikan dalam mengutip intisari khotbah, meskipun ada sedikit pengurangan dan penambahan, semoga tidak mengurangi maksud dan tujuannya, dan semoga memberi manfaat bagi saya pribadi dan kepada yang membaca...Amin....

Rabu, 13 Mei 2009

15 Langkah Efektif Untuk Menghafal Al Qur’an

Oleh Ahmad Zain An Najah, MA


Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al Qur’an, karena Al Qur’an adalah Firman Allah, pedoman hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering dulang-ulang oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakan hafalan Al Qur’an sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi : “ Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits dan fikih atau materi lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran.[1]

Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Qur’an yang disebutkan para ulama, diantaranya adalah sebagai berikut :

Langkah Pertama : Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al Qur’am hendaknya mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu anda dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.

Langkah Kedua : Hendaknya setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah agar dimudahkan di dalam menghafal Al Qur’an. Waktu sholat hajat ini tidak ditentukan dan doa’anyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayat Hudzaifah ra, yang berkata :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا حزبه أمر صلى

“ Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat.[1]

Adapun riwayat yang menyebutkan doa tertentu dalam sholat hajat adalah riwayat lemah, bahkan riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran. [2]

Begitu juga hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rosulullah saw mengajarkan Ali bin Abu Thalib sholat khusus untuk meghafal Al Qur’an yang terdiri dari empat rekaat , rekaat pertama membaca Al Fatihah dan surat Yasin, rekaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Ad Dukhan, rekaat ketiga membaca surat Al Fatihah dan Sajdah, dan rekaat keempat membaca surat Al Fatihah dan Al Mulk, itu adalah hadist maudhu’ dan tidak boleh diamalkan. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadits dhoif . [3]

Langkah Ketiga : Memperbanyak do’a untuk menghafal Al Qur’an. [4]

Do’a ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdo’a menurut kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdo’a seperti ini :

اللهم وفقني لحفظ القرآن الكريم ورزقني تلاوته أناء الليل وأطراف النهار على الوجه الذي يرضيك عنا يا أرحم الراحمين .

“ Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al Qur’an, dan berilah saya kekuatan untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-Mu , wahai Yang Maha Pengasih “.

Langkah Keempat : Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al Qur’an. Sebenarnya banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Qur’an, Masing-masing orang akan mengambil metode yang sesuai dengan dirinya. Akan tetapi di sini hanya akan disebutkan dua metode yang sering dipakai oleh sebagian kalangan, dan terbukti sangat efektif :
Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halaman- halaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman : satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat, lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan begitu seterusnya.

Perlu diperhatikan juga, setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu halaman dengan halaman berikutnya.

Metode Kedua : Menghafal per- ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima kali secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah selesai, kita pindah ke ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum pindah ke ayat berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat sebelumnya. Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana yang telah diterangkan pada metode pertama .5]

Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Qur’an menjadi tujuh hizb ( bagian ) :

  1. Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa’
  2. Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
  3. Surat Yunus sampai Surat An Nahl
  4. Surat Al Isra’ sampai Al Furqan
  5. Surat As Syuara’ sampai Surat Yasin
  6. Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
  7. Surat Qaf sampai Surat An Nas

Boleh juga dimulai dari bagian terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk pada bagian ke-enam dan seterusnya.

Langkah Kelima : Memperbaiki Bacaan.

Sebelum mulai menghafal, hendaknya kita memperbaiki bacaan Al Qur’an agar sesuai dengan tajwid. Perbaikan bacaan meliputi beberapa hal, diantaranya :

a/ Memperbaiki Makhroj Huruf. Seperti huruf ( dzal) jangan dibaca ( zal ), atau huruf ( tsa) jangan dibaca ( sa’ ) sebagaimana contoh di bawah ini :

ثم —— > سم / الذين —- > الزين

b/ Memperbaiki Harakat Huruf . Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di bawah ini :

1/ وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمات ( البقرة : 124 ) —- > )إبراهيمُ ﴾

2/ وَكُنْت ُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ( المائدة : 116 )

وَكُنْت ُ < ——— > كُنْتَ

3/ أَفَمَنْ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ أَحَقُّ أَنْ يتَّبَعَ أَمْ مَنْ لَا يَهِدِّي إِلَّا أَنْ يُهْدَى ( ونس : 35 ) —- > أم من لا يَهْدِي

4/ رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ( فصلت :29 ) —– > الَّذِين

5/ فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ ﴾ الحشر: 17) —– > خالدِين فيها

Langkah Keenam : Untuk menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada, kita setorkan kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan kita salah. Kadang, ketika menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam bacaan kita, karena kita tidak pernah menyetorkan hafalan kita kepada orang lain, sehingga kesalahan itu terus terbawa dalam hafalan kita, dan kita menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa mengetahui bahwa itu salah, sampai orang lain yang mendengarkannya akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.

Langkah Ketujuh : Faktor lain agar bacaan kita baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk mendengar kaset-kaset bacaan Al Qur’an murattal dari syekh yang mapan dalam bacaannya. Kalu bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar dengan serius dan secara teratur. Untuk diketahui, akhir-akhir ini - alhamdulillah - banyak telivisi-telelivisi parabola yang menyiarkan secara langsung pelajaran Al Qur’an murattal dari seorang syekh yang mapan, diantaranya adalah acara di televisi Iqra’ . Tiap pekan terdapat siaran langsung pelajaran Al Qur’an yang dipandu oleh Syekh Aiman Ruysdi seorang qari’ yang mapan dan masyhur, kitapun bisa menyetor bacaan kita kepada syekh ini lewat telpun. Rekaman dari acara tersebut disiarkan ulang setiap pagi. Selain itu, terdapat juga di channel ” Al Majd “, dan channel- channel televisi lainnya. Acara-acara tersebut banyak membantu kita di dalam memperbaiki bacaan Al Qur’an.

Langkah Kedelapan : Untuk menguatkan hafalan, hendaknya kita mengulangi halaman yang sudah kita hafal sesering mungkin, jangan sampai kita sudah merasa hafal satu halaman, kemudian kita tinggal hafalan tersebut dalam tempo yang lama, hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan tersebut. Diriwayatkan bahwa Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yang hafalannya sangat terkenal dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan diulanginya berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah itu ada nenek tua. Karena seringnya dia mengulang-ulang hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian nenek tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya : Wahai anak, apa sih yang sedang engkau kerjakan ? “ Saya sedang menghafal sebuah buku “ , jawabnya. Berkata nenek tersebut : “ Nggak usah seperti itu, saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar hafalanmu.” . “ Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu “ kata Ibnu Abi Hatim, lalu nenek tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi Hatim datang kembali kepada nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut menngulangi hafalan yang sudah dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun hafalannya yang lupa. [6] Cerita ini menunjukkan bahwa mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana nenek tadi. Bahkan kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al Qur’an dalam hitungan minggu atau hitungan bulan, dan hal itu tidak terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan mengulanginya secara kontinu.

Langkah Kesembilan : Faktor lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca indra yang kita miliki. Maksudnya kita menghafal bukan hanya dengan mata saja, akan tetapi dibarengi dengan membacanya dengan mulut kita, dan kalau perlu kita lanjutkan dengan menulisnya ke dalam buku atau papan tulis. Ini sangat membantu hafalan seseorang. Ada beberapa teman dari Marokko yang menceritakan bahwa cara menghafal Al Qur’an yang diterapkan di sebagian daerah di Marokko adalah dengan menuliskan hafalannya di atas papan kecil yang dipegang oleh masing-masing murid, setelah mereka bisa menghafalnya di luar kepala, baru tulisan tersebut dicuci dengan air.

Langkah Kesepuluh : Menghafal kepada seorang guru.

Menghafal Al Qur’an kepada seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al Qur’an adalah sangat diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar. Rosulullah saw sendiri menghafal Al Qur’an dengan Jibril as, dan mengulanginya pada bulan Ramadlan sampai dua kali katam.

Langkah Kesebelas : Menggunakan satu jenis mushaf Al Qur’an dan jangan sekali-kali pindah dari satu jenis mushaf kepada yang lainnya. [7] Karena mata kita akan ikut menghafal apa yang kita lihat. Jika kita melihat satu ayat lebih dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan kita. Masalah ini, sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya :

العين تحفظ قبل الأذن ما تبصر فاختر لنفسك مصحف عمرك الباقي .

“ Mata akan menghafal apa yang dilihatnya- sebelum telinga- , maka pilihlah satu mushaf untuk anda selama hidupmu.” [8]

Yang dimaksud jenis mushaf di sini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model penulisan mushaf, diantaranya adalah : Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al Qur’an pojok, satu juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20 halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan ayat baru. Mushaf Madinah ( Mushaf Pojok ) ini paling banyak dipakai oleh para pengahafal Al Qur’an, banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Saudi kepada para jama’ah haji. Cetakan-cetakan Al Qur’an sekarang merujuk kepada model mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk dipakai menghafal Al Qur’an.

Disana ada model lain, seperti mushaf Al Qur’an yang dipakai oleh sebagain orang Mesir, ada juga mushaf yang dipakai oleh sebagain orang Pakistan dan India, bahkan ada model mushaf yang dipakai oleh sebagian pondok pesantren tahfidh Al Qur’an di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus , Demak.

Langkah Keduabelas : Pilihlah waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada pribadi masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, disebutkan bahwasanya Rosulullah saw bersabda :

إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا و أبشروا ، واستعينوا بالغدوة والروحة وشئ من الدلجة

“ Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam agama ini kecuali dia akan capai sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan, dan berilah kabar gembira, serta gunakan waktu pagi, siang dan malam ( untuk mengerjakannya ) “ ( HR Bukhari )

Dalam hadist di atas disebutkan waktu pagi ,siang dan malam, artinya kita bisa menggunakan waktu-waktu tersebut untuk menghafal Al Qur’an. Sebagai contoh : di pagi hari, sehabis sholat subuh sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan untuk menghafal Al Qur’an atau untuk mengulangi hafalan tersebut, waktu siang siang, habis sholat dluhur, waktu sore habis sholat Ashar, waktu malam habis sholat Isya’ atau ketika melakukan sholat tahajud dan seterusnya.

Langkah Ketigabelas : Salah satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan adalah waktu ketika sedang mengerjakan sholat –sholat sunnah, baik di masjid maupun di rumah. Hal ini dikarenakan waktu sholat, seseorang sedang konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi inilah yang membantu kita dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar sholat, seseorang cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu bergerak, kadang matanya menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau bahkan kawannya akan menghampirinya dan mengajaknya ngobrol . Berbeda kalau seseorang sedang sholat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus menunggu selesainya sholat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu seterusnya.

Langkah Ketigabelas : Salah satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ) . Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan ayat-ayat yang serupa ( mutasyabih ), hafalannya akan tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Ayat yang ada di juz lima umpamanya akan terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Surat Al-Maidah akan terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini ada beberapa contoh ayat-ayat serupa ( mutasyabihah ) yang seseorang sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya :

- ﴿ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ﴾ البقرة 173 < ———— > ﴿ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ) المائدة 3 ، والأنعام 145، و النحل 115

- ( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير الحق ) البقرة : 61

( إن الذين يكفرون بآيات اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّين بغير حق ) آل عمران : 21

( ذلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنبياء بغير حق ) آل عمرن : 112

Untuk melihat ayat –ayat mutasyabihat seperti ini secara lebih lengkap bisa dirujuk buku – buku berikut :

  • Duurat At Tanzil wa Ghurrat At Ta’wil fi Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat min Kitabillahi Al Aziz , karya Al Khatib Al Kafi.
  • Asrar At Tikrar fi Al Qur’an, karya : Mahmud bin Hamzah Al Kirmany.
  • Mutasyabihat Al Qur’an, Abul Husain bin Al Munady
  • Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, karya Abu Dzar Al Qalamuni

Langkah Kelimabelas : Setelah hafal Al Qur’an, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak dari teman-teman yang sudah menamatkan Al Qur’an di salah satu pondok pesantren, setelah keluar dan sibuk dengan studinya yang lebih tinggi, atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu pekerjaan, dia tidak lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga Al-Qur’an yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya hanya tinggal kenangan saja. Setelah ditinggal lama dan sibuk dengan urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi. Fenomena seperti sangat banyak terjadi dan hal itu sangat disayangkan sekali. Boleh jadi, ia mendapatkan ijazah sebagai seorang yang bergelar ” hafidh ” atau ” hafidhah “, akan tetapi jika ditanya tentang hafalan Al- Qur’an, maka jawabannya adalah nihil.

Yang paling penting dalam hal ini bukanlah menghafal, karena banyak orang bisa menghafal Al Qur’an dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang benar-benar istiqamah dengan orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga hafalan Al Qur’an diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang tinggi. Dia harus meluangkan waktunya setiap hari untuk mengulangi hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an, masing-masing tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantara cara untuk menjaga hafalan Al Qur’an adalah sebagai berikut :

  • Mengulangi hafalan menurut waktu sholat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya. Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan sesudahnya. Sebelum sholat umpamanya :i sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah. Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah membaca dzikir ba’da sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzkir sore setelah sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al Qur’an pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap sepuluh hari sekali.
  • Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia mengerjakan sholat tahajud. Biasanya dia menghabiskan sholat tahajudnya selama dua jam. Cuma kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti, selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan ruku.
  • Ada juga sebagian teman yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah para penghafal Al Qur’an. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setiap peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta mampu menghatamkan Al Qur’an setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika masig-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.

[1] Hadist riwayat Abu Daud ( no : 1319 ), dishohihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shohih Sunan Abu Daud , juz I, hal. 361

[2] Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk : Abu Umar Abdullah bin Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyri’atu fi At Tahdhir min As Solawat Al Mubtadi’ah, ( Kairo, Maktabah At Tabi’in, 2002 ) Cet Pertama, hal. 97 -120

[3] Ibid, hal.21-39

[4] Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Ashal Nidham Li Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Maktabah Al Islamiyah, 2002 ) Cet. Ke-Tiga, Hal. 13

[5] Ali bin Umar Badhdah, Kaifa Tahfadu Al Qur’an, hal. 6

[6] Ibid. hal 12

[7] Abu Dzar Al Qalamuni, ‘Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Qur’an, ( Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998 ) Cet Pertama, hal.16

[8] Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15


[1] Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66

Selasa, 12 Mei 2009

Prof Dr Roem Rowi MA: 'Kisah-kisah Mendominasi Al-Quran'

Prof Dr Roem Rowi MA dikenal sebagai pakar dalam bidang Alquran. Ia adalah guru besar ilmu Alquran dari IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karena kepakarannya itu, Roem Rowi banyak ditugasi hal-hal khusus yang berkaitan dengan ilmu Alquran, seperti menjadi dewan juri MTQ mulai dari tingkat lokal (Surabaya, Jawa Timur), nasional, hingga internasional.

Berbicara tentang Alquran, alumnus doktoral dari Universitas Al-Azhar Kairo ini sangat bersemangat. Baginya, Alquran merupakan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Yang menarik, ungkapnya, kisah-kisah sangat mendominasi dalam Alquran.

''Kisah-kisah sangat mendominasi Alquran karena metode ini paling disenangi orang, paling memesona, dan paling mudah diterima. Bukan hanya anak TK yang menyukai kisah, orang tua pun terpesona dengan kisah. Jadi, salah satu metode penyampaian pesan yang paling mengena adalah dengan kisah,'' ungkap Roem Rowi kepada Damanhuri Zuhri dari Republika . Berikut ini hasil wawancara lengkap dengan Roem Rowi tentang Alquran.


Sebagai seorang guru besar dalam bidang ilmu Alquran, Anda dikenal sebagai salah seorang pakarnya di Indonesia. Sesungguhnya, hal apa yang paling menarik dari Alquran dan apa-apa saja ilmu yang terkandung di dalamnya?

Alquran itu, menurut Rasulullah SAW, penuh dengan segala yang memesonakan dan menarik. Karena, Al-quran itu penuh dengan informasi, baik informasi masa lampau yang tidak terjangkau oleh indra maupun informasi yang termasuk prediksi masa depan yang mungkin ribuan tahun lalu belum tentu terjadi. Alquran sudah berbicara tentang itu. Petunjuk-petunjuknya itu bukan lagi teori, tapi sudah terujicobakan dan terpraktikkan dalam sejarah perjalanan umat manusia.

Sehingga, boleh dikatakan, Alquran merekam perjalanan umat manusia sejak Nabi Adam AS sampai hari kiamat. Maka, tidak aneh kalau dipenuhi dengan kisah-kisah yang intinya pengalaman, baik yang dialami oleh umat maupun yang dialami oleh utusan Allah. Begitu juga para penerusnya. Sehingga, kisah itu menjadi pelajaran bagi umat saat ini, bagi pemimpin umat, bahkan sampai masa-masa yang akan datang.

Sayangnya, ini yang banyak tidak diketahui. Umat kita baru melihat sebatas aspek ritualnya, yakni membaca dapat pahala. Tetapi, informasi tentang itu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan ini sering kali terlupakan. Membaca pada umumnya sampai saat ini masih diartikan melafalkan saja. Dinamakan Alquran karena ia maknanya bukan hanya bacaan, tapi juga himpunan. Karena, Alquran itu menghimpun seluruh ajaran Allah SWT sejak Nabi Adam AS, termasuk menghimpun kembali kandungan kitab-kitab yang terdahulu. Semacam kapita selekta.Setelah kandungan terdahulu itu dikembalikan kepada aslinya yang benar, dihimpunlah dalam kitab yang bahasa Arabnya disebut Alquran.

Kalau begitu, umat Islam sekarang ini tak cukup hanya membaca Alquran, tapi bagaimana bisa memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?
Ya, mestinya seperti itu. Isinya pengalaman semua. Kita kan punya semboyan atau jargon yang menyebutkan bahwa Experience is the best teacher (pengalaman adalah guru terbaik). Maka dari itu, Alquran diisi dengan itu semua.

Artinya, apa yang terjadi pada kaum 'Ad, kaum Tsamud, dan lainnya bisa menjadi pelajaran bagi umat masa sekarang?
Ya, itu sudah terpraktikkan pada kaum-kaum sebelum ini. Nah , kita sekarang tinggal mengikuti yang baik dan pengalaman yang jelek harus kita tinggalkan. Maka, isi Alquran itu adalah kisah-kisah.

Tentang kisah-kisah. Alquran banyak sekali memuat kisah-kisah umat masa lalu. Lantas, apa sesungguhnya tujuan terpenting dari kisah-kisah tersebut?
Pertama , mengapa kisah itu mendominasi Alquran? Karena, metode kisah itu merupakan cara yang paling disenangi orang, paling memesona, dan paling mengena. Bukan hanya anak TK yang menyukai kisah, orang tua pun terpesona dengan kisah. Jadi, satu cara penyampaian pesan yang paling mengena itu adalah dengan kisah.

Kedua , kitab kisah itu adalah belajar pada pengalaman. Kita ini sebagai manusia umumnya kalau belum mengalami, akan berkata, '' Ah, masak ?'' Nggak percaya gitu. Tapi, kalau sudah mengalami, akan berkata, '' Oh , begitu, ya?'' ''Kapok, ah !'' Maka itu, Adam pun, nenek moyang manusia, sebelum ditugaskan ke bumi, dia harus mengalami dulu bagaimana mengaplikasikan petunjuk Allah dan bagaimana juga risiko kalau petunjuk Allah itu diabaikan atau dilanggar. Maka, ketika manusia merasakan akibat itu, Allah pun berpesan kepada anak cucu Adam sampai Hari Kiamat, yaitu cukup sekali itu saja pengalaman yang dialami Nabi Adam, kalian nggak usaha mengulanginya. Jadi, intinya adalah menyimpang dari ketentuan Allah itu pasti akan berakibat hanya menyusahkan manusia.

Lantas, kita tidak boleh meremehkan kisah-kisah yang ada dalam Alquran?
Jelas tidak boleh. Karena, kisah-kisah yang ada dalam Alquran itu pun berbeda dengan sejarah. Sejarah mementingkan kronologisnya, mementingkan tahun terjadinya, tempat di mana itu terjadi, kemudian pelaku-pelaku sejarah itu siapa saja. Tapi, kisah dalam Alquran justru mengabaikan itu semua. Tidak ada figur yang ditonjolkan secara definitif si A atau si C misalnya. Tidak ada tahun kapan itu terjadi. Tempatnya pun tidak disebutkan.

Mengapa begitu? Itu juga karena pengalaman manusia. Pengalaman manusia sering terjerumus dalam mengultus itu. Mengultuskan tempat, mengeramatkan tempat, memuja figur tertentu secara berlebihan, mengkultuskannya, serta juga waktu dan tahun. Oh , ini tahun keramat dan sebagainya. Ini semua bertentangan dengan ajaran tauhid. Sehingga, dengan itu, maunya tauhid kita tetap murni. Tidak dengan mengultuskan apa pun, siapa pun, di mana pun, dan kapan pun selain Allah SWT. Jadi, pengungkapan kisah-kisah yang tanpa menyebut tempat, figur, dan tahun itu semua dimaksudkan untuk menjaga kemurnian akidah kita.

Walaupun kisah-kisah, sesungguhnya itu semua tetap mengajarkan akidah yang benar?
Ya, bukan hanya akidah. Kisah itu mengantarkan akidah, syariah, dan akhlak. Intinya tiga hal tersebut.

Berapa persen kisah-kisah yang ada dalam Alquran?
Sekitar 80 persen dari Alquran itu adalah kisah-kisah. Kalaupun ada figur yang disebut secara definitif, hanya dua dalam Alquran. Siapa dua itu? Isa anaknya Maryam, Isa ibnu Maryam. Yang kedua, Maryam anak perempuannya Imran. Hanya dua figur itu. Yang lainnya tidak ada. Tak ada Muhammad ibnu Abdullah, Ismail ibnu Ibrahim nggak ada. Sehingga, kisah itu nilainya universal, tidak terikat dengan individu tertentu, tempat tertentu, ataupun waktu tertentu.

Mengapa dua figur tadi perlu disebut secara definitif? Karena, dalam dua figur itu telah terjadi penyimpangan tauhid yang sangat luar biasa, yang menyesatkan sebagian besar dari penduduk dunia sampai saat ini. Karena, Isa dipertuhankan. Ibunya tentu menjadi ibu anak Tuhan. Maka, itu kemudian diluruskan. Alquran meluruskan bahwa anggapan itu tidak benar. Isa itu bukan anak Tuhan. Isa hanyalah anak seorang manusia biasa dan punya ibu, ibunya bernama Maryam. Dan, Maryam itu juga manusia biasa karena dia juga punya bapak. Nama bapaknya adalah Imran. Jadi, sekali-kali dilebih-lebihkan. Karena itu, dua figur tersebut disebut secara definitif. Sedangkan, yang lainnya tidak disebut secara definitif. Ibrahim, misalnya, anak siapa? Ataupun Ismail AS anaknya Ibrahim, sama sekali tidak disebut secara definitif. Yang betul-betul disebut secara definitif hanya dua figur tersebut.

Selain kisah, Alquran juga banyak menyebut perumpamaan-perumpamaan atau lazim disebut matsalan , seperti nyamuk dan lainnya. Apa sesungguhnya manfaatnya
Ya, perumpamaan itu bahasa Alqurannya matsalan , jamaknya amtsalan . Hakikat amtsalan itu apa? Itu visualisasi atau peragaan. Karena tujuan Alquran itu memberi petunjuk, petunjuk itu harus jelas. Kalau tidak jelas, bisa saja nantinya menyesatkan.

Untuk memperjelaskan itu, perlu divisualkan. Misalnya, infak di jalan Allah sebagai satu biji yang nantinya menumbuhkan tujuh batang, masing-masing batang membuahkan 100 biji. Akhirnya, berlipat menjadi 700 kali. Sehingga, menjadi sangat jelas. Kalau seorang guru memeragakan pelajarannya dengan visualisasi, penjelasannya menjadi sangat jelas bagi murid. Jadi, amtsalan itu hanyalah sebuah metode bagaimana Alquran menyampaikan pesan. Selain menggunakan kisah-kisah tadi, ada juga yang menggunakan perumpamaan. Sehingga, yang asalnya abstrak bisa langsung dipahami.

Apakah semua ayat-ayat Alquran itu ada asbabun nuzul -nya (sebab-sebab turunnya)?
Nggak .

Mengapa?
Itu sebenarnya istilah. Mengenai asbabun nuzul itu, saya tidak sependapat. Itu namanya hukum kausalitas, sebab akibat. Hukum sebab akibat itu harus pada kita (manusia), Allah tidak. Allah cuma menurunkan. Untuk berbuat apa pun itu, terserah Allah. Hingga sekarang, yang ada ini. Saya mengistilahkannya historisitas turunnya ayat Alquran. Jadi, aspek kesejarahan turunnya ayat Alquran. Sebab, sebelum peristiwa itu terjadi, ayat itu sudah turun duluan. Pada saat lailatul qadr , Alquran itu sudah turun seluruhnya. Sehingga, apa yang disebut sebab nuzul , itu sejarah saja berkaitan dengan masalah itu. Jadi, itu tujuannya untuk menjelaskan tadi. Seperti amtsal . Jadi, ada pertistiwa begini, kemudian ayat turun. Itu penegasan, bukan penyebab.

Ada ayat yang ada asbabun nuzul -nya dan ada juga ayat yang tidak ada asbabun nuzul -nya. Itu mengapa?
Karena, itu bukan sebab turun. Itu hanya sejarah. Itu sudah saya teliti. Jadi, yang ada aspek kesejarahannya atau yang disebut dengan asbabun nuzul bisa tidak sampai 10 persen dari seluruh ayat Alquran. Namun, istilahnya dibesar-besarkan sedemikian rupa seakan-seakan tanpa itu Alquran tidak bisa dipahami. Itu bertentangan dengan pernyataan Allah sendiri, yaitu Alquran diturunkan dengan bahasa yang mudah, yang jelas, dan juga dimudahkan oleh Allah untuk diambil pelajarannya. Siapa pun yang mau belajar, silakan. Maka itu, tidak ada buku lain yang bisa dihapal, selain Alquran. Meskipun orang nggak mengerti, tapi bisa dihapal. Koran yang kita ngerti nggak bisa dihapal. Jangankan satu koran, satu artikel saja nggak bisa dihapal. Tapi, Alquran ini, yang nggak mengerti sekalipun, misalkan anak TK, bisa menghapal dengan mudah.
Mengapa bisa seperti itu?
Itu tadi, ada aspek Ilahiyah. Jadi, ada faktor-faktor yang di luar perhitungan manusia, yaitu sengaja oleh Allah dimudahkan. Itu ada di dalam surat Alqomar, empat kali ada pengulangan, ''Sungguh, pasti Kami mudahkan Alquran itu.'' Asal untuk diambil pelajaran. Itu terdapat di ayat 17, 24, 34, dan 37. Dalam ayat itu, penegasan Allah diulang-ulang dan sengaja Alquran dimudahkan Allah bagi orang yang mau mempelajarinya.

Misalnya, ada orang yang bilang, ''Saya mau mempelajari asbabun nuzul ,'' boleh apa tidak?
Bisa saja. Itu bahkan mudah sekali untuk menghapalnya. Itu isinya cerita, sejarah yang berkaitan dengan ini dan itu yang jumlahnya tidak sampai 10 persen. Kalau kita menyebut asbabun nuzul , berarti kalau itu tidak terjadi, ayatnya tidak turun. Padahal, itu sudah turun sebelumnya. Pada malam lailatul qadar itu, Alquran sudah turun seluruhnya. Hanya masalahnya, sampai di Baitul Izzah saja. Waktu diturunkan kepada Nabi Muhammad, kadang-kadang dikaitkan dengan peristiwa tertentu supaya lebih mudah lagi dipahami.

Bagaimana agar cepat dan mudah dalam memahami ayat-ayat Alquran, termasuk orang awam sekalipun?
Menurut Alquran sendiri, Allah SWT memudahkan siapa pun untuk memahami Alquran asal niatnya murni untuk mengambil petunjuk dan untuk mengambil pelajaran dari Alquran. Jadi, ada faktor X yang bisa memudahkan itu. Sehingga, ada aspek ritualnya. Yang penting, niatnya harus tulus. Hanya untuk itu dan tentunya juga harus diamalkan.

Dalam kaitan itu, di Surabaya, ada LPPIQ (Lembaga Pengajian dan Pendidikan Ilmu Al-Qur'an). Kita menemukan sistematika Alquran ternyata seperti piramida atau segitiga. Yang paling bawah dan panjang itu sebagai fondasi, yakni surat Albaqarah. Sementara itu, surat Alfatihah sebagai miniaturnya. Jadi, Alquran diawali dengan penyampaian secara global, yaitu Alfatihah yang isinya akidah, syariah, tatanan menata hubungan manusia dengan Allah SWT, dan hubungan dengan alam.

Jadi, Alquran itu diawali dengan penyampaian secara global, yaitu Alfatihah. Isinya yang pertama adalah akidah. Kedua adalah syariah yang menyangkut tatanan kehidupan kita hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama kita, dan hubungan dengan alam. Kemudian, yang ketiga adalah akhlak.

Itu globalnya dari Alfatihah. Kemudian, nanti diperinci, dijelaskan secara lebih detail. Itu dimulai pada Albaqarah sampai dengan surat Annas atau surat ke-114. Tapi, nanti ada rasionya lagi. Albaqarah adalah surat yang paling panjang dan sebagai dasar sehingga dibuat mudah. Maknanya itu nyaris tidak memerlukan tafsir karena bisa langsung dipahami dari makna literalnya sendiri.

Misalnya, Allah memerintahkan kamu untuk menyembelih seekor sapi. Maksudnya nggak perlu penjelasan. Kedua, ternyata Albaqarah itu memiliki 80 persen dari seluruh kosakata yang ada dalam Alquran. Jadi, kunci-kunci memahami Alquran itu ada di surat Albaqarah. Lainnya itu adalah kata pengulang. Sehingga, kalau Albaqarah dikuasai, tinggal 20 persennya yang menyebar dalam 27 juz. Karena semakin tinggi seperti segitiga, semakin pendek. Segitiga itu semakin ke atas semakin kecil. Alquran juga begitu bentuknya.

Kamu semakin tinggi tingkatannya maka tingkat kesulitannya itu semakin tinggi. Sehingga, meskipun Alkautsar memiliki ayat yang sangat pendek, itu tidak dipahami hanya dengan makna literalnya. Pemaknaan Alkaustar masih perlu tafsir, masih perlu penjelasan lebih jauh. Jadi, kata dasarnya sudah ada dalam Albaqarah.

>Ada cara-cara memahami Alquran dengan terjemah. Itu bagaimana?
Betul. Itu yang di Istiqlal juga ada. Itu juz pertama Albaqarah ada 3.300 sekian kata, itu bisa dipahami dalam waktu 40 jam. Jadi, juz pertama itu sudah terdapat 70 persen kosakata dalam Alquran. Sehingga, dari juz pertama sampai juz kedua itu tinggal 20 jam atau kurang. Ketika berkurang lagi, kalau kita kenal karena kuncinya sudah di tangan kita, pada QS Albaqarah tadi itu sudah kita uji cobakan pada tahun 1993. Di Jakarta, ada di Istiqlal. Progamnya LPIQ (Lembaga Pendidikan Ilmu Alquran). Itu yang di Jakarta. Dulu, pengembangan dari sini (LPPIQ 2), Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Ilmu Alquran.

Bagaimana hasil dari program itu?
Bagus. Di sini, ada pengalaman yang unik. Ada seorang peserta dari pabrik Semen Gresik yang belajar sampai 12 tahun. Anehnya apa? Selama 12 tahun, dia sudah divonis dokter sampai akhir hayat itu tergantung pada obat jantung. Jadi, ada kelainan jantung yang tidak terobati. Jadi, harus selalu minum obat. Tapi, anehnya, ketika belajar ini, sekarang sembuh total. Sekarang, dia sudah sering menyampaikan testimoni di hadapan ribuan orang. Dan, itu karena Allah mensyariatkan Alquran dapat menyembuhkan penyakit.

Ada buku dari Prof Amin Aziz yang menulis The Power of Al-Fatihah yang meneliti sekitar masjid tempat tinggalnya itu. Ternyata, umat Islam banyak yang tidak paham arti surat Alfatihah. Bagaimana menurut Anda?
Kita itu hanya membunyikan, mayoritas nggak paham. Maka itu, tidak berfungsi sebagai petunjuk, malah difungsikan sebagai jimat untuk mencari pahala. Mestinya, yang namanya petunjuk itu harus dipahami. Petunjuk apa pun harus bisa kita pahami. Masalahnya tidak hanya untuk mencari pahala. Itu pedoman perilaku, pedoman dalam berinteraksi dengan siapa pun. Tapi, mestinya paham dulu baru diaplikasikan.

Mengapa orang lebih suka membaca Alquran 100 kali atau seribu kali?

Saya kira karena proses pendidikannya. Karena, proses pendidikan didoktrinkan semacam itu. Dengan membaca sekian, akan mendapat pahala, bukan minta petunjuk. Kalau petunjuk itu, mestinya harus dipahami dulu. Sistem pendidikannya menekankan pada besarnya pahala, tidak ditekankan kepada yang lebih penting lagi, yaitu memahami. Kalau membaca mendapat 10 pahala, sedangkan memahami lebih sulit pasti pahalanya lebih besar lagi. Tapi, ini nggak ada perhatian ke situ.

Sumber : Republika

Jumat, 08 Mei 2009

Manis, Lezat, Segar, Nikmat Saat Bermesraan dengan Al Qur'an

mmm.... gimana bayaginnya ya....???, padahal kata-kata Manis, Lezat, Segar dan Nikmat lebih menggambarkan mengenai makanan atau minuman...

bagaimana dengan Al Qur'an...? anda pasti menyangsikan, "apa betul Al Qur'an rasanya manis?" atau mungkin ada yang lansung menolak "Mana mungkin Al Qur'an Lezat, Al Qur'an kan terbuat dari mushab/kertas?", atau mungkin ada yang mencibir "Al Qur'an kok segar, memangnya es Cendol atau es dawet kudus...hehehe...", bisa juga ada yang langsung bilang "Orang gila mana nih... bilang Qur'an kok nikmat..." yaa macam-macam mungkin yaa... karena setiap orang pasti mempunyai pemikiran yang berbeda-beda sesuai dengan pemahaman keilmuan yang dimiliki maupun pengalaman selama berproses atau berinteraksi dengan Al Qur'an...

Al Qur'an memang sebuah mushaf/lembaran-lembaran firman Allah yang diwahyukan melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Besar Penutup Para Nabi, Nabi Muhammad SAW semoga sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepadanya ...

Sejarah panjang Al Qur'an bisa anda cari di ustadz google, Al Qur'an yang ada saat ini insyaAllah senantiasa terjaga kemurnian dan keasliannya seperti janji Allah, dan ini bisa dibuktikan dengan banyaknya umat muslim yang hafal Al Qur'an di luar kepala (hafidz), baik pada saat masa Rosululloh masih hidup maupun sepeninggalnya 1400 tahun lebih.

Saudaraku... judul artikel ini mungkin bagi saudara sedikit aneh dan penasaran. Hal itu wajar bagi anda yang kurang atau bahkan sangat jarang berinteraksi dengan Al Qur'an, bahkan bagi para penghafal Al Qur'an pun hal ini juga sering malah menimbulkan kebosanan dan kejenuhan yang teramat sangat.

Saudaraku umat muslim, sudah saatnya Al Qur'an kita sapa dengan penuh rasa cinta, dengan penuh kemesraan, apa salahnya kita bersenda gurau dengan Al Qur'an apa salahnya kita begitu menyayanginya. Karena ibarat suatu makanan jika dalam pikiran kita sudah memandan makanan tersebut tidak enak, membosankan, tidak menyenangkan, akhirnya jangankan untuk memakan atau mencicipinya, untuk menyentuh saja kita pasti akan bilang "Ah... malas nanti saja..." Apakah kita lupa bahwa jiwa suci kita membutuhkan makanan, bukankah Al Qur'an merupakan makanan bagi jiwa kita?.

Saudaraku... sudah saatnya kita merubah pola pikir atau banyak motivator yang berkata "mindset", karena dengan cara berfikir yang keliru, maka kita tidak akan pernah bisa mengetahui manisnya, lezatnya, segarnya serta nikmatnya bercengkrama dengan Al Qur'an.

Saudaraku..., jikalau selama ini kita sudah melupakan atau tidak mau sedikitpun bertegur sapa dengan Al Qur'an, marilah kita mulai dengan yang ringan saja..., marilah kita rubah mindset kita dengan mengatakan bahwa Al Qur'an itu manis loh..., Al Qur'an itu cakep abiz..., keren abiz... sehingga hati kita tergerak untuk mendekatinya, menyentuhnya, bercengkrama dengannya.

Saat itulah mindset kita kita rubah, ternyata asyik ngobrol dengan Al Qur'an, mari dibaca dengan tartil dan rasakan kenikmatannya...

Jikalau belum menemukan kelezatan Al Qur'an bersabarlah, jangan berhenti, jangan menyerah, mungkin rayuan kita kurang tartil, kurang merdu, tajwid kita masih salah, masih terbata-bata. Teruslah pelajari, terus dibaca, nikmati, bisa juga dengan mendengarkan dari suara murottal para syeick-syeick yang bacaan Al Qur'an begitu merdu dan mengetarkan jiwa.

Saat pelan-pelan kita mentartilkan bacaan kita, saat Al Qur'an mulai menjawab dengan merdunya lantunan ayat-ayat Al Qur'an yang kita baca, saat hati gerimis dengan tadabbur ayat-ayat yang mengetarkan jiwa, saat itulah Allah memperkenankan kita menitikkan air mata, saat itu laha Al Qur'an begitu manis di lidah dan lisan kita, saat itulah lezatnya merasuk kedalam ronga udara dada kita, saat itulah dahaga jiwa kita tersegarkan oleh Al Qur'an saat itulah saudaraku hikmah ilmu akan kenikmatan bercengkrama dengan Al Qur'an akan engkau temukan...

Mari berdo'a kepada Allah agar firman-firmanNya yang tertulis dalam mushaf Al Qur'an menjadi perantara kita berdiskusi, berdialog dengan Allah, karena sejatinya Al Qur'an adalah kalam Allah, perkataan Allah, karenanya saat kita membacanya sama artinya Al Qur'an sedang berbicara pada diri kita.

Mari mencintai Al Qur'an, dengan cara mengawali merubah mindset kita, kemudian dengan membacanya semampu kita...

Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang pilihan, yang ditakdirkan Allah menghafal Al Qur'an, yang ditakdirkan Al Qur'an melekat pada ingatan kita, yang membasahi hati kita, menyejukan jiwa kita, dan semoga Al Qur'an menjadi pembela kita saat bertemu dan menghadapkan diri kembali keharibaanNya... Amin.... Yaa Allah Yaa Rahman Yaa Rahim...

Jumat, 01 Mei 2009

Satu Buah Kesabaran Akhirnya Ranum

Sabar..., hanya 5 huruf..., tapi begitu luas penjabarannya, begitu sulit pengamalannya, begitu lama bisa memetik hikmahnya, namun begitu manis buahnya. Berikut sedikit contoh sabar, dan buah yang kita petik...

Saat menghafalkan Al Qur'an seringkali terasa boooringg banget, bosan euy.... tapi untuk mengejar setoran agar bisa lancar, semua kekuatan dikerahkan, konsentrasi pikiran untuk menghafal per ayat, lisan di tartilkan dengan suara yang sedikit keras, mata fokus pada ayat yang dihafal, perasaaan yang aneh-aneh harus dibuang, ada yang lewat harus dicuekin, biarpun yang lewat cewek cakep sekalipun baik dari golongan manusia maupun jin (hehehe...), fokus..., fokus...

Waduh... setelah 1 jam berjalan, belum hafal juga satu halaman, sabar, trus berjuang...., lebih fokus lagi, ngantuk mulai menyerang, biarin...., terus gempur.... dapat hampir 1 halaman, trus tinggal 2 ayat lagi..., ngantuk semakin berat, butuh energi nih.... kutaruh mushafku ambil air wudhu lagi... alhamdulillah ngantuk sudah sedikit hilang....
waduh... kok hafalannya ikut hilang juga....wekwkwkwkweekeekewwkewwkkkk....
Gak masalah..., nggak boleh menyerah, sabar..., trus lanjut... ku ambil mushafku lagi, ku mulai dari bagian atas halaman .. per ayat lagi..., alhamdulillah tak terasa udah masuk lagi hafalannya...

Waduh-waduh.... udah 2 jam rasanya pegal banget..., mata sudah berkunang-kunang, akhirnya udah sampai pada ayat terakhir, tapi belum lancar banget..., kepala rasanya sudah penat.... perut udah terasa kembung... pelan-pelan ku taruh mushafku, kumiringkan tubuhku......
Tiba-tiba ada suara dasyat bergelegar dari bagian belakangku (tiiiuuuutttttttt.... aku kentut hehehehehee...., jadi malu)

Aku berdiri, ambil wudhu yang ketiga kali...., aku baca kembali mushafku, ku hafalkan kembali, pelan-pelan hafalan 1 halaman Al Qur'an aku rasakan melekat kuat dalam ingatanku, ku ingat kunci-kunci di tiap baris, yang sering membuat aku lupa, akhirnya 1 halam dapat selesai aku hafalan dalam 2 jam lebih....

aku baca sekali lagi...., aku tartilkan, aku nikmati lantunan yang keluat dari lisanku, aku rasakan dalam hatiku, sekali-kali kulihat terjemahan ayat yang kuhafal, ku bersyukur.... kurasakan nikmatnya meresap kerelung hatiku, menyirami jiwaku...

Alhamdulillah... buah ranum sabar saat kesulitan dalam proses membuat hafalan terlewati sudah hari ini..., aku telah memetik satu halaman Qur'an buah dari sabarku..., rasanya manis, nikmat...

Selamat berjuang para Ahlulloh...Para Penghafal Al Qur'an....
Never surrended.....Never Tired.... Never Down....
Be the Real Fighter... The Real Hero.... For Your Own Life....

"Sudahkah kita membaca Alqur'an hari ini?
Berapa kali dalam sebulan kita mengkhatam Al qur'an."
( Khairukum man ta'allamal qur'an wa 'allamah).
SOMEDAY IS TODAY, DO IT NOW OR NEVER

TIPS OF THIS DAY
“Didiklah anakmu dengan 3 perkara: mencintai Allah, mencintai Rasul dan belajar Al-Qur’an” (Al-hadits)